Jumat, 07 September 2012
Kamis, 21 April 2011
Musim gugur di Jepang
Musim gugur adalah masa yang menggiurkan bagi fotografer untuk memotret daun-daun yang semula berwarna hijau, secara perlahan tapi pasti berubah menjadi kuning, lalu jingga, kemudian merah, lalu.............berguguran. Dan pohon-pohonpun hanya menyisakan batang dan ranting, sampai musim semi berikutnya.
Momiji time is coming in November 2011
Obsesi pribadi saya untuk memrekam foto-foto yang bertemakan musim gugur di Jepang, tertunda selama 18 tahun sejak tahun 1991, ketika rencana mengunjungi Jepang, terpaksa dibatalkan, akibat dicurinya tas yang berisi perlengkapan foto, paspor dan surat-surat berharga di Ibukota Negeri Belanda, Amsterdam. Masih segar dalam ingatan, bagaimana sebuah perjalanan dinas untuk Jakarta Fair Kemayoran, ke Amerika dan Eropa, dengan Miyakawa-san, yang dirancang dengan cuti beberapa hari di Jepang, batal pada akhir November 1991.
Foto ini adalah salah satu spot favorit saya di Nanshuji Temple.
Puji syukur pada tahun 2009, Rombongan Garuda Indonesia International Photo Competition membawa para pemenang dan beberapa juri, ke daerah Kansai, untuk sebuah acara buru foto.
Photopoint tengah merancang sebuah photoshooting trip lagi, minggu ke 3 atau ke 4, bulan November 2011. Terbatas untuk 16 peserta saja. Land arrangement guide: Abby Irawati, coordinator: Goenadi Haryanto. Carrier: Garuda Indonesia, Kansai International; In dan Kansai International; Out, 4 night, 6 days. Rancangan ini dapat berubah dengan penyempurnaan. Biaya; sekitar IDR 16,5 juta
Taman umum digunakan untuk bersantai di sore hari. Sekelompok penggemar Harmonika, membuat konser di alam terbuka, sebuah pemandangan dan suasana yang sangat menarik. Di tengah keheningan dan keindahan alam, kita dapat mendengarkan nada-nada bening dari orkes tiup sederhana ini.
Jembatan lengkung yang romantis.
Refleksi taman berwarna di kolam membuat semuanya bertambah indah.
Perpaduan warna-warna yang kontras membuat penasaran bila tidak diabadikan
Bagian atap "Ikuta Shrine" di Kota Sannomiya
Usai acara pernikahan Shinto dan tampak muka Ikuta Shrine
Minggu, 17 April 2011
Hanami 2011
Okini adalah kata yang digunakan untuk menggantikan kata "arigatou", yang dalam Bahasa Jepang, sama-sama berarti, "terima kasih".
Ungkapan in digunakan secara luas di daerah/wilayah Kansai, sebelah Barat Daya, Ibu Kota Tokyo.
3 buah kota yang sangat di kenal di Wilayah Kansai adalah kota-kota: Osaka, Kyoto dan Kobe. Banyak "jejak budaya" yang dapat ditemui di Wilayah Kansai ini, yang menjadi "Pusat Pemerintahan" Jepang, ketika para samurai dan rezimnya berkuasa. Banyak di antara "peninggalan budaya" tersebut diakui UNESCO, sebagai warisan budaya dunia (world heritage). Sebut saja diantaranya, Istana Nijo (Nijo-jo), di pusat Kota Kyoto dan Kinkakuchi (The Golden Pavillion), di Barat Laut kota yang sama, yang merupakan villa penguasa untuk bersantai.
Demikian banyaknya obyek menarik di Wilayah Kansai ini, dibandingkan Wilayah Kanto (Tokyo dan sekitarnya), menjadikannya sebagai pilihan tempat beberburu foto, yang dirancang bertepatan dengan masa mekarnya Bunga Sakura (Cherry Blossom).
Masyarakat Jepang merayakan mekarnya bunga Sakura dengan "piknik" yang dikenal dengan sebutan Hanami. Secara harafiah; Hana berarti bunga dan Mi berarti melihat. Tiap daerah mempunyai tanggal-tanggalnya sendiri untuk mengambil liburan dan bersama keluarga dan kerabat, membawa makanan dan minuman untuk dinikmati bersama-sama. Keluarga dan anak-kecil, biasanya melaksanakan pikniknya di pagi atau siang hari sedang remaja dan para karyawan, berkumpul di sore dan malam hari.
Untuk mendapatkan lapak ber Hanami, kelompok-kelompok masyarakat secara bergantian bertugas memblokir sebidang lapak yang dialasi plastik berwarna biru.
Selama ber Hanami banyak warga Jepang yang mengenakan Kimono untuk merayakan peristiwa setahun sekali itu. Perpaduan antara pohon-pohon yang lebat dipenuhi bunga dan Kimono, memberikan suasana yang asyik yang tidak dapat dijumpai di tempat lainnya.
Tidak banyak pohon Sakura di Kinkakuchi (The Golden Pavilion), tetapi bangunan di tengah kolam ini menampilkan keindahan dan wibawanya yang mengundang decak kagum.
Lapak berwarna merah ini adalah sebuah warung makan yang menyediakan berbagai snack khas Jepang. Berbeda dengan lapak-lapak dengan plastik biru, untuk ber Hanami di sini, kita tidak perlu membawa makanan dan minuman sendiri.
Photo credit: Diana Tjandratika
Jakarta, 19 April 2011.
Goenadi Haryanto
Sabtu, 19 April 2008
Hunting foto ke Ujung Genteng
Untuk Menuju Ujung Genteng, kita harus mengambil jalan ke arah Pelabuhan Ratu di Sukabumi Selatan.
Beberapa kilometer (4 - 6 km) menjelang Kota Pelabuhan Ratu, kita temui sebuah pompa bensin, yang di bahagian belakangnya terbentang Sungai Cimandiri. Tempat ini namanya Bagbagan. Ada belokan ke kiri setelah pompa bensin tersebut yang mengantar kita ke sebuah jembatan besi berwarna kuning, sejajar dengan jalan mobil yang kita lalui. Menyebrangi jembatan tersebut, kita sudah berada di awal perjalanan ke Ujung Genteng. Melalui perbukitan dan jalan berliku-liku, kita temua hamparan hutan dan ladang yang menarik untuk dijadikan obyek fotografi.
Setelah Jampang Kulon (ada petujuk ke Cikaso; jangan gunakan jalan ini karena sempit dan kondisinya kurang baik) ,menjelang Desa Surade ( petunjuk arah sangat jelas, bila kita hampir mencapai Kota Surade ini), kita dapat mengunjungi Ar Terjun Cikaso, kira-kira 20 menit dari jalan besar, berkendaraan mobil (minimal jenis Kijang), lalu berjalan kaki atau menggunakan perahu selama lebih kurang 10 menit.
Dari Surade, kita akan jumpai Hotel Amanda Ratu yang terletak di desa Kangkung dan setengan jam kemudian kita akan sampai di Ujung Genteng.
Terletak di sebuah semenanjung kecil, posisi Ujung Genteng sangat strategis untuk memotret kala sunrise, maupun sunset. Atraksi utamanya ada sekitar Pasar/Pelelangan Ikan.
Jika malam tiba dan saatnya penyu hijau bertelur, kita dapat menyewa ojek untuk pergi ke desa Pengumbahan, di mana ada penangkaran penyu, sekaligus pos pengawas satwa yang dilindungi ini. Biasanya tukang ojek akan survey dulu apakah ada penyu hijau yang bertelur.
Obyek fotografi lainnya yang juga dapat dijangkau dengan ojek adalah: Muara Cipanarikan, dengan pasir putihnya yang halus dan sunset yang elok. Kunjungi juga usaha kecil mikro yang membuat gula aren dari nira kelapa (juga ada di desa Kangkung).
Langganan:
Postingan (Atom)